Cerita Arung Palakka Bertolak ke Buton

  • Bagikan

Di bawah Arung Palakka, Kerajaan Bone berhasil mempersatukan seluruh kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan, dengan menggunakan strategi militer, strategi diplomasi dan perkawinan atau kombinasi dari ketiganya.

Untuk mengatur pemerintah daerah-daerah pendudukan di Sulawesi Selatan, menurut perjanjian Bungaya pasal 19 dan 20, Arung Palakka yang ditunjuk untuk mengkoordinirnya yang berkedudukan di Bontoala Ujung Pandang (1667-1696).

Kehadiran Arung Palakka ini tidak diterima baik oleh sebahagian kepala pemerintahan daerah-daerah pendudukan sebagai koordinator mereka. Kerajaan-kerajaan yang menentang ditundukkan dengan kekerasan senjata, seperti Wajo dan daerah-daerah lainnya yang masih menentang seperti Mandar, Cenrana, Binuang, Sawitto, mereka ditundukkan baik dengan tekanan militer maupun dengan diplomasi.

Kerajaan Wajo yang pada awalnya merupakan sekutu kerajaan Bone terikat dalam perjanjian Tellumpoccoe, kemudian membelok dan bersekutu dengan Gowa. Hal ini membuat Arung Palakka dendam terhadap kerajaan Wajo.

Arung Palakka mengetahui bahwa Wajo adalah sekutu Gowa yang paling setia. Dibuktikan dengan keikutsertaannya mengejar Arung Palakka dari pelariannya dari Gowa. Bahkan La Tenrilai secara tegas menentang Arung Palakka dengan mengatakan: “sepuluh ribu orang Wajo menyertai saya kemari, Karaeng Bila mati semua barulah Kerajaan Gowa mengaku kalah, dan itu Malampe-E Gemme’na (maksudnya Arung Palakka) akan kuakui sebagai laki-laki jika dapat mengalahkan saya dalam pertarungan satu lawan satu”.

  • Bagikan

Exit mobile version