“Dia mutar lagi dan baru jam 6.15 pagi baru dia datang, dari jam 1 malam. Ketinggalan tas, basah, kan gerimis. Begitu dia tiba, saya mau tempeleng dia lebih besar dari saya, kalah saya ini, dongkol saya,” kata dia disambut tawa oleh Akbar Faisal.
Cerita lainnya, lanjut Ustaz Das’ad, dirinya pernah mendapatkan amplop yang tertukar dengan kertas susun acara. Sesampai di rumah, amplop berisi susunan acara itu dia berikan ke istrinya.
“Istri saya bilang ‘kenapa sususan acara ini’, saya bilang ya sudahlah disitu rejeki mu, susunan acara,” katanya.
Selain kisah itu, Ustaz Das’ad pernah merasa ditipu. Khususnya jika diundang berdakwa oleh kantor pemerintahan. Ia tak menyebut secara pasti kantor pemerintah yang dimaksudnya.
“Ada juga yang nipu, apalagi kalau kantor pemerintah, lain dicatat, dia minta tanda tangan, lain dia laporkan ke pimpinan. Bagaimana caranya dia kasih kita kwitansi kosong. Bayangkan begitu bejatnya (oknum) birokrasi di kantor-kantor itu,” ungkapnya.
“Kalau saya dapat begitu saya sudah tidak mau ambil. Kalau ada ambil saya nanti bersekutu,” sambungnya.
Dakwah Dianggap Seremonial
Hal yang tidak disenangi Ustaz Das’ad juga dibeberkan ketika dirinya mendapat undangan dari salah satu tokoh masyarakat di kampung halamannya. Orang yang mengundangnya itu tidak memperlakukan tamu dengan mulia.
“Misalnya dakwah di rumah orang kaya, ada yang tidak hormati kita. Pernah, ada tokoh di kampung kita. Dia anggap dakwah seremonial saja,” ucapnya.
“Kita sementara ceramah, dia masih pegang handphone, masih lalu lalang, masih ngobrol dengan orang lain. Tidak menghargai tamu. Padahal salah satu syariat islam itu menghargai tamu,” sambungnya.