Kritik Surat Telegram Terkait Larang Media, IPW: Kapolri Tidak Punya Wewenang Melarang Kegiatan Pers

  • Bagikan

SUTRA.FAJAR.CO.ID, JAKARTA- Indonesia Police Watch (IPW) mengkritik Surat Telegram yang dikeluarkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan Nomor ST/750/IV/HUM.3.4.5/2021 tertanggal 5 April.

Surat Telegram tersebut berisi larangan terhadap media menyiarkan tindakan arogansi anggota Polisi.

Menurut Ketua Presidium IPW Neta S Pane Kapolri tidak mempunyai wewenang untuk melarang kegiatan pers dalam menyiarkan berita.

“Melarang larang kalangan pers karena kapolri tidak punya wewenang melarang pers,” katanya dihubungi Pojoksatu.id di Jakarta, Selasa (6/4/2021).

Apalagi lanjut Neta, awak media dalam bekerja dilindungi Undang-Undang Pers.

“Dalam bertugas pers dilindungi UU pers,” ucapnya.

Meski di poin pertama surat Kapolri itu menyebutkan, media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan KMA diimbau untuk menanyangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.

Berikut 11 poin telegram yang dikeluarkan oleh Kapolri terkait kebijakan peliputan media massa:

  1. Media dilarang menyiarkan upaya atau tindakan kepolisian yang menampilkan arogansi dan kekerasan. Diimbau untuk menayangkan kegiatan kepolisian yang tegas namun humanis.
  2. Tidak menyajikan rekaman proses interogasi kepolisian dan penyidikan terhadap tersangka tindak pidana.
  3. Tidak menayangkan secara terperinci rekonstruksi yang dilakukan oleh kepolisian.
  4. Tidak memberitakan secara terperinci reka ulang kejahatan meskipun bersumber dari pejabat kepolisian yang berwenang dan atau fakta pengadilan.
  5. Tidak menayangkan reka ulang pemerkosaan atau kejahatan seksual.
  6. Menyamarkan gambar wajah dan identitas korban kejahatan seksual dan keluarganya, serta orang yang diduga pelaku kejahatan seksual dan keluarganya.
  7. Menyamarkan gambar wajah dan identitas pelaku, korban dan keluarga pelaku kejahatan yang pelaku maupun korbannya yaitu anak di bawah umur.
  8. Tidak menayangkan secara eksplist dan terperinci adegan atau reka ulang bunuh diri serta menyampaikan identitas pelaku.
  9. Tidak menayangkan adegan tawuran atau perkelahian secara detail dan berulang-ulang.
  10. Upaya penangkapan pelaku kejahatan agar tidak membawa media, tidak boleh disiarkan secara live, dokumentasi dilakukan personel Polri yang berkopeten.
  11. Tidak menampilkan gambar eksplisit dan terperinci tentang cara membuat dan mengaktifkan bahan peledak.(pojoksatu/fajar sultra)

(muf/pojoksatu)

  • Bagikan