Pihaknya mengatakan, pemanfaatan UCO memiliki peluang untuk menekan emisi yang jauh lebih rendah hingga kisaran 80-90 persen dibandingkan energi yang dihasilkan dari bahan fosil.
“Sebagai komparasi, jika emisi diesel solar fosil itu adalah 3,14 kg CO2 equivalent per liter, maka dengan UCO bisa hanya 0,314% dari emisi tersebut. Kenapa bisa seperti itu? Karena bahan baku UCO ini dianggap sebagai biodiesel generasi kedua atau biodiesel yang tidak langsung didapatkan dari sumber tanaman tapi dari pemanfaatan minyak yang telah digunakan untuk memasak,” kata Ricky.
Tidak sampai di situ saja, pemanfaatan UCO juga berpeluang mencegah adanya pembukaan lahan seluas 939 ribu hingga 1,48 juta hektare yang sekaligus memberikan kontribusi bagi perekonomian dan Kesehatan masyaralat.
“Apalagi pada kenyataannya Indonesia memiliki sekitar 2,43 juta kilo liter UCO yang berhasil dikumpulkan dan diolah menjadi minyak goreng daur ulang yang sangat membahayakan untuk kesehatan. Jika UCO ini didorong untuk bahan baku biodiesel, maka masyarakat dapat menjual sisa minyak jelantahnya, dari pada menkonsumsi kembali” kata Ricky.(ismar/FNN)