Di dalam neraca keuangan, piutang Rp 12 triliun itu masuk ke dalam laba. Tahun lalu Pertamina rugi. Bagaimana sebuah perusahaan yang mengalami kerugian punya tagihan begitu besar.
“Tahun ini, di enam bulan pertama 2021, Pertamina sudah bisa laba Rp 13 triliun. Hebat sekali. Tapi apakah berarti Pertamina punya uang Rp 13 triliun? Tidak. Dari laba Rp 13 triliun itu yang Rp 12 triliun masih nyangkut di Garuda,” jelas Dahlan.
Kembali ke Pelita Air. Jika memang Pelita akan menggantikan Garuda, Dahlan melihat tentu Pelita akan cari sewaan banyak pesawat. Pelita bisa mencari pesawat yang sewanya tidak dititipi kepentingan pencari komisi.
Kalau pun kelak Pertamina terus mengirim bahan bakar ke Pelita, Dahlan menyatakan perhitungan akuntansinya lebih mudah.Piutang Pertamina ke Pelita akan bisa langsung diputuskan di RUPS sebagai tambahan setoran modal. Itu yang tidak mungkin dilakukan Pertamina terhadap Garuda.
“Dengan mengubah Pelita menjadi ”Garuda baru” persoalan manajemen lebih mudah. Tidak punya beban masa lalu,” ungkapnya.
Saat ini Pelita masih sangat langsing. Bisa cari pesawat yang lebih murah. Bisa cari tenaga yang lebih selektif. Asal penyakit lama Garuda tidak terulang di Pelita.
“Catatan besarnya hanya satu, Pertamina menjadi punya anak perusahaan penerbangan besar. Dengan risiko besar. Padahal Pertamina baru saja di reorganisasi. Tiba-tiba saja harus punya anak perusahaan skala raksasa di luar rencana,” terang Dahlan Iskan.(dra/fajar)