PWNU Jatim Putuskan Kripto Haram, Begini Kajiannya

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, SURABAYA – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur akhirnya memutuskan kriptokurensi haram, meski sempat menjadi polemik publik.

Lembaga Bahtsul Masail NU Jatim membeberkan secara rinci terkait haramnya mata uang digital itu. Dalam sidang bahtsul masail, kriptokurensi dikaji menggunakan sudut pandang sil’ah atau mabi’ dalam hukum Islam atau fikih.

Secara bahasa, keduanya disebut barang atau komoditas yang bisa diakadkan dengan akad jual beli. Oleh karena itu, barang atau komoditas diniagakan.

Sekretaris LBMNU Jatim Kiai Muhammad Anas menjelaskan dalam kitab Mu’jam Lughati al-Fuqaha, Juz 2, Halaman 401: al-mabi’: as-sil’atu allatii jaraa ‘alaihaa ‘aqdu al-bai’i, bahwa mabi’ adalah komoditas yang bisa menerima berlakunya akad jual beli.

“Ada tujuh syarat barang atau komoditas boleh diperjualbelikan,” ujarnya saat konferensi pers di Kantor PWNU Jatim, Selasa (2/11).

Syarat-syarat itu seperti barang harus suci, bisa dimanfaatkan pembeli secara syara’ dengan pemanfaatan yang sebanding dengan status hartawinya secara adat.

Kemudian, barang tersebut bisa diserahterimakan secara hissy dan syar’i, pihak yang berakad menguasai pelaksanaan akad, mengetahui secara fisik barang tersebut.

“Selanjutnya, selamat dari akad riba dan aman dari kerusakan sampai barang tersebut di tangan pembelinya. Artinya, Sil’ah wajib terdiri dari barang yang bisa dijamin penunaiannya,” jelas dia.
“Di kriptokurensi itu tidak ada,” imbuhnya menegaskan.

Sementara itu, Katib Syuriah PWNU Jatim Kiai Syafruddin Syarif menambahkan keputusan mengharamkan kriptokurensi akan dibawa dan diusulkan saat Muktamar PBNU di Lampung Desember mendatang.

  • Bagikan

Exit mobile version