FAJAR.CO.ID, JAKARTA– Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kembali menggaungkan wacana hukuman mati bagi terpidana korupsi.
Pihaknya, akan membuka ruang diskursus dalam mengkaji secara ilmiah dan lebih dalam untuk dapat diterapkannya sanksi pidana terberat bagi para koruptor.
Kejaksaan Republik Indonesia merupakan salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berdasarkan Pasal 38 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Kejaksaan memiliki kewenangan melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang yang dilakukan secara merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia (yang selanjutnya disebut Undang-Undang Kejaksaan).
“Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, posisi Kejaksaan adalah mengendalikan suatu perkara pidana dari tahapan awal (penyelidikan) sampai dengan akhir (ekseskusi) sebagai satu kesatuan proses penuntutan,” kata Burhanuddin dalam keterangannya, Jumat (19/11).
Dia mengungkapkan, kewenangan Kejaksaan dalam melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap berdasarkan Pasal 30 ayat (1) huruf b Undang-Undang Kejaksaan, perlu diskusikan bersama. Karena keberhasilan pada tahap akhir inilah suatu perkara pidana dapat dikatakan telah tuntas.
Dalam melaksanakan putusan pengadilan dan penetapan hakim, termasuk juga dalam mengendalikan pelaksanaan hukuman mati, Kejaksaan senantiasa memperhatikan nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, nilai kemanusiaan, dan keadilan berdasarkan Pancasila, tanpa mengesampingkan ketegasan dalam bersikap dan bertindak.