FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga terjadinya transkasi suap pinjaman dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) daerah di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), karena minimnya transparansi.
Hal ini diketahui, setelah KPK menetapkan Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto.
Dia ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengajuan dana PEN untuk Kabupaten Kolaka Timur tahun 2021.
“Terkait pinjaman kalau semuanya serba tidak transparan akhirnya akan membuka ruang bagi para pihak itu untuk negosiasi,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, Kamis, (3/2).
Alex juga mengatakan dugaan celah suap di Kemendagri makin terbuka setelah adanya orang dalam yang memberikan akses. Korupsi bakal mudah terjadi jika kombinasi itu terjadi.
“Sebetulnya orang dalam itu hanya menjual informasi kan seperti itu kan. Apa yang dia lakukan sebetulnya enggak ada kan seperti itu. Bukan kewenangannya tapi dia mempunyai informasi itu seolah-olah yang bersangkutan bisa tanda kutip mengurus Informasi,” ucap Alex.
Selain Mochamad Ardian Noervianto, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna, Laode M. Syukur Akbar dan Bupati nonaktif Kolaka Timur, Andi Merya Nur. Diduga, Andy Merya menyuap Ardian sebesar Rp 2 miliar melalui rekening Laode M. Syukur. Suap itu diberikan agar Kabupaten Kolaka Timur mendapat alokasi pinjaman dana PEN.
Ardian Noervianto selaku Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri periode Juli 2020 sampai dengan November 2021 memiliki tugas di antaranya melaksanakan salah satu bentuk investasi langsung pemerintah yaitu pinjaman dana PEN dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) berupa pinjaman program dan atau kegiatan sesuai kebutuhan daerah. Dengan tugasnya itu, Ardian berwenang menyusun surat pertimbangan Menteri Dalam Negeri atas permohonan pinjaman dana PEN yang diajukan oleh pemerintah daerah.