Kata dia, dari sejumlah pertimbangan dan analisa, pihaknya kemudian akan melayangkan surat kepada Pemprov Sultra yang telah mengeluarkan izin pertambangan itu.
Dimana, dalam surat tersebut nantinya akan meminta penerbit izin untuk meninjau kembali apa yang telah menjadi produknya.
“Kita akan mintakan agar izin pertambangan pasir dan batuan itu ditinjau ulang. Setidaknya dengan dampak yang telah ditimbulkan saat ini sudah cukup bagi Pemprov Sultra untuk menindak lanjuti apa yang diharapkan warga Kelurahan Masiri ini,” tambahnya.
Dia menambahkan, pihaknya meyakini Pemprov Sultra tidak akan menutup mata melihat dan mendengar jeritan masyarakat Buton Selatan yang telah dirugikan atas aktivitas tersebut.
Terlebih, sejak berdirinya Pemkab Busel wilayah Masiri dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai wilayah pertanian dan perkebunan masyarakat bukan untuk pengelolaan pertambangan.
“Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Busel tidak satupun klausul yang mengisyaratkan kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai kawasan pertambangan. Jadi dari aspek pemanfaatan ruangnya saja kami sudah anggap itu ada kekeliruan. Olehnya itu, kami minta Pemprov Sultra agar segera meninjau ulang izin yang telah dikeluarkan itu,” tegasnya.
Untuk diketahui, sungai Masiri yang telah dikeruk pasir dan batuannya tersebut menjadi salah satu sumber penghidupan masyarakat sekitar.
Dimana, para petani Kelurahan Masiri memanfaatkan air sungai tersebut sebagai pengairan dalam bercocok tanam.
Selain itu pula, bantaran sungai Masiri itu pula dijadikan sebagai lokasi penghijauan oleh Pemkab Busel. Dimana, sebelum pasir dan batuan dimanfaatkan atas izin yang diberikan oleh Pemprov Sultra, beberapa tahun lalu disekitar bantaran sungai tersebut baru saja dilakukan reboisasi oleh sejumlah pihak tak terkecuali TNI yang berupaya melakukan budidaya tanaman porang.(rakyatsultra/fajar)