Setelah itu, pasca wafatnya Tebau, kepemimpinan Kerajaan Laiwoi dilanjutkan oleh Maho yang menikah dengan seorang Bangsawan dari Kerajaan Bone yang bernama Petta Bakung, dan memiliki keturunan bernama La Manggu.
Selanjutnya, La Manggu menikah dengan Banete dan memiliki seorang putra bernama Sao-Sao.
Lalu, Raja Sao-Sao menikah dengan We Hamina dan salah satu putranya bernama Tekaka.
Raja Tekaka menikah We Gambere dan mempunyai salah satu putra H. Irwan Tekaka.
Dan H. Irwan Tekaka menikah dengan Hj. Harsiah Rahman dan lahirlah salah satu putranya yang bernama Endry Irwan Tekaka.
Masa kepemimpinan Raja Laiwoi memimpin itu terakhir dipimpin oleh Raja Tekaka yang hidup di 3 Masa, yakni di Periode Kolonial Belanda, Periode pendudukan Jepang, Periode Negara Indonesia Timur (NIT) dan Periode Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan wafat di tahun 1955.
Berdasarkan data dan fakta sejarah dari berbagai sumber, di masa Kerajaan Laiwoi inilah, menjadi titik awal berdirinya Kota Kendari sebagai Kota Pelabuhan dan menjadi Ibukota Onder Afdeling Laiwoi atau Swapraja di zaman Kolonial, ditandai dengan kedatangan Jacques Nicholas Vosmaer di Teluk Kendari pada abad 18 sekira tahun 1828 untuk melakukan observasi jalur perdagangan di pesisir timur Sulawesi dan pada Tahun 1831, Vosmaer kemudian menulis dan membuat peta pertama tentang Kendari.
Dan pada tanggal 9 Mei 1831, Vosmer seorang kebangsaan Belanda membangunkan Istana raja bagi Raja Tebau di Sekitar Teluk Kendari dan momentum ini akhirnya menjadi tanggal untuk memperingati Hari Jadi Kota Kendari saat ini.