Dalam Forum MSG EITI Indonesia, Asrun Lio Usulkan UU No1 Tahun 2022 Perlu Dikaji dan Dievaluasi Kembali

  • Bagikan

Pada fase produksi, masih dia, seyogyanya kegiatan industri ekstraktif dapat memberikan dampak ekonomi besar bagi masyarakat, pemerintah daerah, dan negara Indonesia. Peluang ketenagakerjaan dan peluang bisnis lokal untuk memasok material dan jasa harusnya meningkat.

Tapi, masih mantan Kepala Sekretariat Rektor UHO ini, realitas industri ekstraktif di daerah sebagai penghasil sumber daya alam pertambangan sangat ironi dan memilukan. Manfaat ekonomi terbesar yang diperoleh oleh negara dari industri ekstraktif bersumber dari Pajak dan Penerimaan Negara
Bukan Pajak (PNBP).

“Manfaat ekonomi terbesar ini lebih banyak dinikmati oleh Pemerintah Pusat ketimbang Pemerintah Daerah yang mendapatkan Dana Transfer dari Dana Bagi Hasil (DBH) hanya bersumber dari Iuran Tetap dan Royalti Penjualan dan Pajak Bumi dan Bangunan, sedangkan Penerimaan Pajak yang bersumber dari kegiatan usaha pertambangan tidak ada bagi hasil untuk Pemerintah Daerah,”tutur akademisi asal Moronene Bombana ini.

Mantan Kepala Pusat Studi Eropa UHO ini mengatakan, hal tersebut sangat jelas sebagaimana pengaturan pada pasal 112 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dimana tidak ada Dana Bagi Hasil Pajak (Pph Pasal 25 dan Pph Pasal 29) untuk Pemerintah Daerah yang bersumber dari Badan Usaha yang mengusahakan kegiatan usaha pertambangan dan badan usaha pada umumnya. Dibatasi hanya Wajib Pajak Orang Pribadi. Masih ketentuan komponen pajak yang lain yang tidak dibagihasilkan pada daerah penghasil sumber daya alam.

  • Bagikan

Exit mobile version