FAJAR.CO.ID, WAKATOBI – Presiden RI Joko Widodo membeberkan 3 persoalan dalam reforma agraria yang harus menjadi perhatian serius seluruh anggota Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di Seluruh Indonesia, mulai soalnya masih banyaknya Penduduk Indonesia yang belum memiliki sertifikat hak milik (SHM) atas tanahnya, soal ego sektoral Kementerian dan Lembaga serta soal belum terimplementasinya kebijakan satu peta yang berbasis teknologi digital.
Hal ini diungkapkan oleh Presiden Jokowi dalam sambutan sebelum membuka secara resmi pertemuan puncak Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA Summit) 2022 di Marina Togo Mowondu, Wakatobi yang disiar secara live di akun yooutube Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kamis (9/6).
“Sudah sejak 2015, saya selalu menyampaikan berkali-kali saya perintahkan dan saya tegaskan kembali, apa pentingnya yang namanya sertifikat,”ujarnya.
Sambung Presiden, karena kita lihat tumpang tindih pemanfaatan lahan ini harus semuanya diselesaikan, tidak boleh lagi ada sengketa lahan, karena setiap saya ke Daerah, setiap saya ke Desa, setiap saya ke Kampung, selalu persoalan sengketa lahan, sengketa tanah itu selalu ada.
“Yang ini juga menimbulkan kekhawatiran pada investasi, hati-hati dari 126 juta yang harusnya pegang sertifikat, di tahun 2015 itu baru 46 juta, baru 46 juta, artinya 80 juta penduduk kita menempati lahan, tetapi tidak memiliki hak hukum atas tanah yang namanya sertifikat,”jelasnya.
Lanjut Presiden, dan yang lebih menjengkelkan lagi, justru yang gede-gede kita berikan, itu yang saya ulang-ulang, Hak Guna Bangunan (HGB) 10 ribu hektar diberikan , HGB 20 Hektar diberikan , HGB 30 ribu hektar diberikan.