Lanjut mantan Aspidsus Kejati Sultra ini, makanya itulah salah satu terobosan penegakkan hukum kita di Kejaksaan oleh pimpinan kita Bapak Jaksa Agung, itu memberikan suatu diskresi bagi kami untuk penanganan perkara yang bisa dilakukan restorative justice (RJ) terhadap kasus-kasus tertentu atau perkara tertentu, itu tidak perlu sampai ke pengadilan, karena apa? kemanfaatannya disini yang dilihat dan dipertimbangkan.
“Seperti yang saya contohkan tadi, ini kan tidak bermanfaat, kasihan anaknya tidak sekolah, keluarga dan rumah tangganya hancur, tidak dinafkahi, lah, kalau begini bagaimana syarat mudarat dalam penegakkan hukum itu sendiri,”imbuhnya.
Kata Raimel, nah inilah makanya kenapa salah satu tujuan hukum adalah memberikan kemanfaatan, inilah manfaatnya, dengan dilakukannya RJ ini oleh Kejaksaan, maka Kejaksaan sudah memberikan suatu dampak kepada masyarakat dalam penegakkan hukum yaitu manfaat bagi pencari keadilan untuk mereka harus menikmati juga sebagai warga negara yang sadar dan taat dengan hukum atau aturan yang ada.
” Untuk khusus di wilayah Sultra, sudah ada 14 perkara yang sudah dilakukan RJ, dan kita juga tidak semata-mata bahwa setiap pengajuan RJ tersebut, itu langsung disetujui, tapi itu ada mekanismenya, jadi kita juga sangat selektif dan sangat ketat, bahkan yang memutuskan nanti itu bukan Kajati, itu Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum),”terangnya.
Lebih lanjut Raimel menjelaskan, jadi bagaimana selektifitasnya, mulai dari tingkat bawah atau yang menangani, dari Jaksa menangani, kemudian dari Kejarinya, kemudian Kejatinya, bagaimana dengan Kejaksaan Tinggi, apa disetujui? Nah, kalau sudah disetujui, kemudian diusulkan lagi atau dinaikkan lagi ke Kejaksaan Agung, dalam hal ini Jampidum untuk mendapat keputusan.