Kajati Sultra: Restorative Justice di Kejaksaan Untuk Keadilan dan Kemanfaatan Masyarakat

  • Bagikan

FAJAR.CO.ID, KENDARI – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sultra Raimel Jesaja, SH.,MH mengatakan bahwa Restorative Justice (RJ) adalah sebuah solusi alternatif dalam penyelesaian perkara pidana sehingga mendapatkan keadilan dan kemanfaatan.

Dan berdasarkan data Restorative Justice (RJ) khususnya di wilayah Sultra, permohonan RJ sebanyak 18 Perkara, yang disetujui sebanyak 14 perkara dan ditolak sebanyak 4 Perkara.

Hal ini diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Raimel Jesaja saat diwawancara fajar.co.id, usai membuka seminar dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa (HBA) ke 62 dengan tema Restorative Justice di salah satu hotel di Kendari, Rabu (20/7).

“Jadi seminar tentang Restorative Justice atau RJ ini ya, dalam rangka Hari Bhakti Adhyaksa ke 62 tahun 2022 khususnya kita di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) ini, dan mengangkat tema restorative justice sebagai solusi atau alternatif penyelesaian perkara pidana. artinya apa? Kami dari Kejaksaan sebagai lembaga penuntutan di Indonesia, ini mengunakan hak sebagai penuntut umum, yang kewenangannya memberikan suatu dampak kepada pencari keadilan atau masyarakat, dimana hukum itu selain tujuannya untuk keadilan, namun juga memberikan suatu kemanfaatan,”ungkapnya.

Sambung mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Sulawesi Selatan (Sulsel) ini, bahwa kemanfaatan disini, diartikan bahwa apakah semua perkara atau tindak pidana itu harus berujung ke pengadilan.

“Tentu kalau menurut hemat kami, itu tidak seperti itu, artinya kita melihat, bagaimana dari sisi kasuistisnya, contohnya kalau kasus misalnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), penghapusan kekerasan dalam berumah tangga sebagaimana diatur dalam Pasal 44 ayat 1 dan ayat 4 Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang penghapusan KDRT, dimana suami menganiaya istrinya, nah, ketika istrinya sebagai korban sudah memaafkannya, maka ini, tidak perlu kita berpanjang lebar, kenapa? karena nanti dampaknya itu kasihan anaknya terlantar, termasuk istrinya tidak dinafkahi,”jelasnya.

  • Bagikan

Exit mobile version