Itu record dalam sejarah pemilihan umum Indonesia sejak reformasi. Ini logis, kata Saiful, mengingat antusiasme masyarakat untuk berpartisipasi dalam politik di masa awal reformasi. Saat itu jumlah partai ratusan, tapi yang lolos menurut kriteria yang ditetapkan KPU hanya 48 partai. Dari 48 partai itu, yang mendapatkan suara signifikan, hanya 5 partai politik.
Dari semua partai tersebut, menurut Saiful, umumnya mereka memiliki basis yang sama. Basis sosial dari partai politik yang juga biasa disebut sebagai partai massa antara lain adalah basis sosial keagamaan, misalnya Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Persis, atau gereja. Partai yang didirikan dengan basis sosial organisasi keagamaan biasa disebut sebagai partai sosiologis.
Saiful menyatakan bahwa partai yang berasal dari satu organisasi, seperti NU, tidak tunggal. Banyak partai yang lahir dan berafiliasi dengan sentimen keNUan atau pendiri dan tokoh partai-partai tersebut memiliki hubungan khusus dengan NU. Yang muncul dari NU bukan hanya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). PKB sendiri memiliki hubungan yang sangat dekat dengan NU karena didirikan oleh tokoh NU yang sangat populer, KH Abdurrahman Wahid.
Dari Muhammadiyah juga lahir sejumlah partai, misalnya Partai Amanat Nasional (PAN). Walaupun secara langsung PAN tidak didirikan oleh Muhammadiyah, tapi tokoh-tokoh yang ada di partai ini berasal dari orang Muhammadiyah seperti Amin Rais.
“Secara sosiologis, jaringan sosial PAN adalah Muhammadiyah,” kata Guru Besar Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, itu.