“Pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law sangat tidak transparan dan tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, tidak ada naskah akademik yang dibicarakan bersama pemangku kepentingan dan masyarakat untuk melihat dasar filosofi, sosiologis dan yuridis yang bertujuan untuk kebaikan bangsa, sehingga dianggap sarat kepentingan oligarki dan kapitalis,”tegasnya.
Sambungnya, kemudian proses public hearing yang diselenggarakan oleh pemerintah tidak menjalankan partisipasi bermakna yang sebenarnya dan hanya formalitas belaka. Hal ini tergambar dalam Draft Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan pemerintah tidak memuat apa yang disuarakan oleh organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kredibilitas dan kompetensi dalam memberikan masukan, tapi justru pemerintah banyak mengakomodasi organisasi-organisasi yang tidak jelas bentukannya dan sangat nyata proses disintegrasi profesi kesehatan yang diperlihatkan dalam proses public hearing tersebut.
“Kemudian adanya usaha pembungkaman suara-suara kritis yang dilakukan secara formal oleh pemerintah khusus Kementerian Kesehatan dengan telah melanggar Hak Konstitusional warga negara yang dilindungi oleh UUD 1945. Pemberhentian seorang guru besar Prof. Dr. Zainal Muttaqin, SP.BS (K) merupakan bukti nyata power abuse yang berdampak bagi hak-hak individu warga negara, serta terpenting adalah terganggunya proses pendidikan kedokteran,”jelasnya.
Kata Sapril, RUU Kesehatan Omnibus Law merupakan sarat kepentingan atas liberalisasi dan kapitalisasi kesehatan yang akan mengorbankan hak kesehatan rakyat selaku konsumen kesehatan. Patut diduga adanya gerakan pelemahan terhadap peran profesi kesehatan karena tidak diatur dengan undang-undang tersendiri