“Kemudian, kalau benar (masih menambang), setelah IUP mereka itu dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), itu adalah juga tindak pidana, tapi tindak pidana ini kan, belum tentu tindak pidana korupsi,”jelasnya lagi.
Katanya lagi, kalau itu, seperti yang ia bilang, periode tahun 2010 hingga tahun 2016 ada kekurangan-kekurangan pembayaran PNBP, itu juga bukan tindak pidana korupsi. Kalau di tahun 2016 sampai tahun 2020 aktivitas penambangan tanpa izin, itu juga bukan tindak pidana korupsi, itu tindak pidana pertambangan yang diatur tersendiri di UU Minerba.
Kata Patris, Nah, sekarang mengapa tahun 2021 sampai awal tahun 2023, jadi tindak pidana korupsi, jadi pertanyaan kan?
“Tindak Pidana Korupsi ini ada syaratnya kalau itu menyangkut pasal 2 dan pasal 3, syaratnya ada penyelenggara negara, yang menyalahgunakan jabatannya, menyalahgunakan kewenangannya atau melakukan perbuatan melawan hukum, itu syarat pertama. Syarat kedua, ada kerugian negara, bukan kerugian individu, bukan kerugian swasta,”bebernya.
Katanya lagi menegaskan, syarat pertama, ada penyelenggara negara yang menyalahgunakan jabatannya, kewenangannya atau melakukan perbuatan melawan hukum. Syarat kedua, harus ada kerugian negara, bukan kerugian individu tadi, atau kerugian perusahaan swastanya.
“Terus kita masuk ke perkara yang sedang kami sidik, siapa penyelenggara negara yang menyelewengkan hak jabatannya? sekarang kalau ada pejabat Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), entah itu Provinsi atau Pusat, menerbitkan Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) di lahan perusahaan yang tidak ada deposit tambangnya, harusnya kan tidak boleh, dan harusnya kan tidak bisa, tapi ternyata bisa,”