FAJAR.CO.ID, KENDARI – Penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra dari sektor pertambangan dan penggalian dan dari sektor industri pengolahan (smelter) masih jauh dari harapan, padahal harapan masyarakat Sultra dengan maraknya pertambangan nikel dan terbangun smelter pengolahan dapat memberi kontribusi yang besar bagi peningkatan PAD Provinsi maupun Kabupaten Penghasil Sumber Daya Alam, khususnya nikel.
Hal ini tergambar dari data tim Korsupgah KPK RI pada tahun 2023, dimana postur APBD Pemerintah Daerah (Pemda) se Sultra tahun 2023 yakni jumlah pendapatan daerah Pemda se Sultra dengan total sebesar Rp. 21,8 Triliun, dengan rincian total, Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkisar diangka Rp. 3,1 Triliun atau sekira 14,38 persen, adapun Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sebesar Rp. 17,8 Triliun atau sebesar 82,02 persen.
Kemudian, kalau kita menilik lebih rinci lagi, pada postur APBD Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra pada tahun yang sama, PAD Sultra hanya sekira Rp. 1,6 Triliun dengan TKDD sebesar Rp. 2,9 Triliun, yang kalau ditotal antara PAD dan TKDD jumlahnya sebesar Rp. 4,5 Triliun, yang setelah dibelanjakan oleh Pemerintah Provinsi untuk membiayai belanja gaji, belanja barang dan jasa, belanja modal, belanja lainnya dengan Total Rp. 4,9 triliun, dan lagi-lagi endingnya APBD Pemerintah Provinsi Sultra ternyata masih defisit sekira Rp. 355,03 miliar.
Dan berdasarkan kajian Korsupgah KPK RI, bahwa penyebab kontribusi sektor pertambangan belum optimal belum optimal disebabkan yakni dasar hukum, objek pajak dan wajib pajak belum ditetapkan, wajib pajak tidak membayarkan kewajibannya, petugas pajak tidak melakukan penagihan, dan “pengaturan” pembayaran kewajiban.