“Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pertambangan Ore Nikel pada Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Antam tbk di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara (Konut),”ungkap Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Sultra, Ade Hermawan, SH.,MH kepada fajar.co.id, Rabu (9/8).
Lanjutnya, peran tersangka RJ selaku Dirjen Minerba pada tanggal 14 Desember 2021 bertempat di Kantor Dirjen Minerba Kementerian ESDM RI telah memimpin rapat terbatas membahas dan memutuskan penyederhanaan aspek penilaian RKAB perusahaan pertambangan yang telah diatur dengan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM nomor 1806 K/30/MEM/2018 tanggal 30 April 2018.
“Akibat pengurangan atau penyederhanaan aspek penilaian tersebut, maka PT. Kabaena Kromit Pratama (KKP) yang tidak lagi mempunyal deposit nikel di Wilayah IUP nya mendapatkan kuota pertambangan ore nikel (RKAB) tahun 2022 sebanyak 1,5 juta metrik ton, demikian juga beberapa perusahaan lain yang berada di sekitaran Blok Mandiodo,”bebernya.
Kata Ade, RKAB tersebut pada kenyataannya digunakan atau dijual oleh PT. KKP dan beberapa perusahaan lainnya kepada PT. Lawu Agung Mining untuk melegalkan pertambangan ore nikel dilahan milik PT Antam tbk seluas 157 hektar yang tidak mempunyai RKAB dan lahan milik PT. Antam tbk lainnya yang dikelola PT Lawu Agung Mining berdasarkan Kerja Sama Operasi (KSO) dengan PT. Antam tbk dan Perusda Sultra.
“Sedangkan, peran tersangka HJ selaku Sub Koordinator penerbitan RKAB, bersama dengan tersangka SW selaku Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral dan EVT selaku evaluator serta tersangka YB selaku Koordinator RKAB telah memproses permohonan RKAB PT. KKP dan beberapa perusahaan lain disekitar blok Mandiodo tanpa mengacu pada aspek penilaian yang ditentukan oleh Keputusan Menteri ESDM No. 1806, akan tetapi mengacu pada perintah tersangka RJ berdasarkan hasil rapat terbatas tanggal 14 Desember 2021,”pungkasnya.