Lanjutnya, tadi yang dibahas bukan ganti rugi lahan, karena kalau kita bicara ganti rugi, itu kita berbicara legalitas kepemilikan ada sama kami berarti itu yang dimaksudkan. Jadi disini hanya tanaman tumbuh yang kami maksudkan, disini merupakan tanaman tumbuh yang kami tanam sejak dahulu.
“Ini untuk eksekusi pembayarannya, setelah tercatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh Pak Pj. Bupati Konawe itu dan 14 hari kerja mulai hari ini dan seterusnya,”imbuhnya.
Sambungnya, sedangkan untuk diluar IUP, ada dua alternatif itu akan diserahkan kepada pihak PT. SCM apakah dia mau bayar atau kalau belum dibayarkan yang diluar IUP, supaya kami ini warga Kecamatan Routa dibukakan akses untuk memasuki kebun-kebun kopi yang kami tanam itu, untuk dipelihara.
“Dan alternatif itu diiyakan oleh PT. SCM, dan Pak Pj Bupati Konawe mengembalikan kepada saya untuk membuat regulasi memberikan tanda pengenal atau berupa surat untuk masuk ke dalam,” terangnya.
Kata Halim, terkait dengan harga ganti rugi tanaman tumbuh itu tidak dicatatkan dalam berita acara tersebut, karena sudah ada kesepakatan sebelumnya.
“Kesepakatannya yang dahulu sebesar Rp.90 juta perhektar dengan estimasi kurang lebih Rp. 4 Milyar lebih dan pembayarannya satu kali, dan akan dibayarkan di Kantor Daerah Konawe, pada Hari Senin, 16 Oktober 2023,”pungkasnya.
Sementara itu, salah satu okoh masyarakat Routa, Bahar yang ikut dalam pertemuan menambahkan bahwa pemilik lahan itu dibagi menjadi empat kelompok keluarga, yang pertama ada atas nama Hartong, kemudian ada Bangtong, kemudian ada Harsa, dan yang empat Hasbin.