Menanggapi hal tersebut, Prof. Dr. H. Eggi Sudjana, SH.,M.Si selaku Kuasa Hukum Anis Nurhayati dalam upaya hukum Kasasi mengatakan bahwa dalam ilmu hukum kaitannya dengan tanah, itu kekuatannya di riwayat, jadi riwayat itu amat menentukan untuk masalah pertanahan ini. Dalam konteks riwayat, itu menyangkut risalahnya, apakah ada akta jual beli?, apakah ada hibah? karena dua ini adalah pintu untuk peralihan hak.
“Di peralihan hak terjadi, kalau ada kurang lebih dua hal itu yakni jual beli dan hibah, dan juga ada waris. Di dalam konteks ini mendasari kepada alat bukti kwitansi, itu amat sangat tidak memadai secara ilmu hukum, yang keduanya bahan-bahan lainnya berupa foto copy, tidak ada sertipikat, itu juga melemahkan secara ilmu hukum,”jelasnya.
Lanjutnya, bangunan hukum itu harus setidaknya ada tiga, yakni satu, fakta, dan fakta itu berupa peristiwa. Peristiwanya apa? tentang tanah. Kedua, data. Datanya apa? ada akte jual beli kah?, ada sertipikatkah?, ada lain-lain yang menunjukkan keabsahan punya tanah, bukan kwitansi. Kwitansi itu cuman petunjuk alat jual beli atau pembayaran, bukan pengesahan jual belinya itu sendiri. Itu informatif saja, nilainya.
“Tanpa kwitansi, tapi ada akta jual beli, sudah sah, begitu. Tapi tidak sah, kalau cuma kwitansi. Bagaimana, kwitansi kan gampang kali dibuat, sangat gampang, rekayasanya tinggi sekali, juga demikian akta jual beli,”jelasnya.
Sambungnya, jadi tiga itu, satu tadi fakta, berupa peristiwa hukumnya, dua, data-data yang menopang untuk itu, dan ketiga, logika atau akal sehat.