“Ya, kalau di daerah maju, seperti di daerah Jawa, justru daerah-daerah banjir, daerah-daerah rawa, malah dibuatkan danau. Danau ini adalah fasilitas sosial masyarakat untuk taman-taman bermain anak-anak justru. Artinya fasilitas sosial ini bertambah,”ucapnya.
Lebih lanjut Junaidi mengatakan Nah, ini perlu solusi, tapi tidak perlu mencari kambing hitam, tapi bagaimana kedepan, solusi untuk mengatasi banjir.
“Kalau untuk perumahan, saya pikir sumbangannya kecil banget, sekian persen kecil, daripada nanti ada industri yang lain, misalnya, contoh ada pertambangan di daerah lain yang lebih luas, kok, gak pernah dicerita banjir, tapi kok perumahan yang hanya sekian hektar, satu hektar, dua hektar, kok ini yang dijadikan isu,”imbuhnya.
Katanya lagi, bukan masalah isunya yang kita cari, tapi bagaimana solusinya yang kita cari, dan tidak perlu mengkambing hitamkan siapapun.
“Itukan sudah ada ranahnya pemerintah, ya. Ketika kita tidak sesuai perijinan dan lain sebagainya, pemerintah sudah punya koridor. Jadi kita serahkan kepada pemerintah daerah, bagaimana memberikan ijin kepada pengembang-pengembang yang tidak komitmen,” tegasnya
Junaidi kemudian menambahkan soal tanah kaplingan itu rawan,
“Bisinis Tanah Kaplingan itu, tidak ada aturannya (regulasinya?, jadi buat kaplingan di lahan hijau, yang seharusnya tidak boleh, itu dibuat. Sehingga ini yang menimbulkan dampak Banjir ya dari sini,”ungkapnya.
Sambungnya lagi, di kami (bisnis perumahan) lahan hijau tidak boleh untuk permukiman, tapi kalau di kapling boleh. Nah, akhirnya hutan-hutan ditebang, tanpa memperhatikan bagaimana pembuangan, bagaimana fasilitas umum (fasum), bagaimana fasilitas sosial (fasos). Nah, dia hanya membuat kapling, fasilitasnya mana?