“Selanjutnya, ada Sesar Buton segmen B di daratan Pulau Buton, memanjang dari arah Timur Laut ke Barat Daya melalui wilayah Kabupaten Muna (Kecamatan Wakorumba Selatan, dan Kecamatan Pasir Putih), Kabupaten Buton (Kecamatan Kapuntori), dan Kota Bau-Bau (Kecamatan Lea-Lea, dan menerus ke laut hingga pesisir Kecamatan Betoambari), yang dapat memicu terjadinya gempabumi dengan magnitudo maksimum M 7.1,”bebernya.
Katanya lagi, dari semua Sesar-Sesar ini memiliki mekanisme pergerakan secara geser (strike-slip). Salah satu Sesar Naik yang berdampak ke wilayah Sulawesi Tenggara adalah Sesar Naik Tolo (Tolo Thrust Fault), terletak di Laut Banda, memanjang dari arah Barat Laut dan melengkung ke Laut Banda Selatan, di sebelah Timur Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan.
“Sesar Naik Tolo mempunyai potensi untuk membangkitkan gempabumi hingga magnitudo maksimum M 7.4. Tentu saja dengan magnitudo maksimum ini, Sesar Naik Tolo berpotensi memicu bencana tsunami,”imbuhnya.
Ia juga menambahkan bahwa selain tujuh Sesar tersebut, terdapat juga Sesar-Sesar Aktif yang disebut sebagai Sesar Kolaka, Sesar Lainea, dan Sesar Aktif lainnya yang masih perlu dilakukan penelitian lanjutan. Secara umum, kejadian gempabumi yang terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara disebabkan oleh Sesar-Sesar tersebut.
“Frekuensi kejadian gempa bumi di wilayah Sulawesi Tenggara juga menunjukkan peningkatan setiap tahunnya. Sampai saat ini gempabumi yang terjadi di wilayah Sulawesi Tenggara didominasi oleh magnitudo/kekuatan yang bervariasi antara M 1.6 hingga M 6.0, serta berkedalaman dangkal,”