Ditambahkan Febri, perkara tersebut pun kini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Sesuai Pasal 50 UU KPK, kata Febri Polri diwajibkan mengirimkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada KPK. Surat tersebut pun kini telah diterima lembaga antirasuah.
“Dukungan yang diberikan KPK pada penanganan perkara di Polri ataupun Kejaksaan merupakan bagian dari pelaksanaan fungsi trigger mechanism yang diamanatkan UU,” ujarnya
Terpisah, Anggota Ombudsman RI Laode Ida mendesak Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencopot kepala daerah setempat jika terbukti terlibat dalam perkara tersebut.
“Kalau pemerintah sudah tahu, langsung saja copot pejabatanya. Karena sudah menyalahi bebrapa ketentuan,” ujar Laode.
Karena, kata dia, perbuatan tersebut merupakan salah satu contoh kepala daerah yang mengingkari amanah rakyat. “Janji dia sebagai pejabat publik atau pejabat negara dia langar. Dia bohong, manipulatif. Dia juga sudah menyedot uang negara, itu hak rakyat. Kalau bupati yang mengurus itu, pemerintah harus mengeluarkan SK (surat ketetapan) untuk memberhentikan bupatinya atau siapa pun itu,” tegasnya.
Ia menilai, praktik desa fiktif ini merupakan wujud nyata moral pejabat publik yang telah terkontaminasi oleh perilaku koruptif. “Makanya saya kira kalau terkait itu moral pejabat yang koruptif dan tidak bermoral. Itu tidak ada alasan tidak diberi sanksi oleh atasan, langsung pecat saja. Iu fatal kan. Saya tuh orang desa, menggarap program desa sejak dulu. Manipulasi seperti itu gak bisa ditolerir,” tutupnya.