“Luas perkebunan milik rakyat di Kecamatan Angata ada 800 hektare yang digarap dengan menggunakan teknologi sambung samping. Jadi, pada saat musim kemarau pun petani masih bisa panen, bahkan sekarang ini sudah terlihat buah kakaonya. Semoga November ini petani sudah siap panen. Ini off season ya. Kakao ini biasanya panen di Juni,” katanya.
Sementara Peneliti Utama dari Balai Besar Pasca Panen Kementerian Pertanian, Hernani menjelaskan bahwa peringatan HPS mendatang juga akan dimanfaatkan untuk membangkitkan kejayaan sagu sebagai komoditas karbohidrat pangan masa depan.
“Harus kita bumikan kembali karena sagu adalah sumber karbohidrat. Tanaman ini juga menjadi tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim sehingga bisa dijadikan program jangka panjang untuk masa depan,” katanya.
Hernani menjelaskan, berdasarkan skenario perubahan iklim dunia tahun 2050-2100, maka ke depan negara negara besar akan mengalami kenaikan suhu hingga 3 derajat celcius. Karena itu, jika mengacu pada kajian IRRI tahun 2006, tiap kenaikan 1 derajat celcius akan menyebabkan penurunan produksi padi hingga 8 persen.
“Namun hal ini sama sekali tidak berpengaruh kepada komoditas sagu. Tapi, kita perlu perhatikan teknologi pasca panennya karena sagu sangat potensial. Sagu yang ada di Papua, Maluku, Sumatera dan kalimantan itu luar biasa. Nanti saat diplomatic tour akan kami ajak berkunjung. Indonesia kaya akan aneka macam panganan sagu. Ini adalah kearifan lokal yang kita miliki, prospektif dan akan kami tampilkan sebagai sajian,” katanya.