Arung Palakka terpaksa meninggalkan Bone karena merasa bahwa daratan Sulawesi Selatan sudah tidak aman lagi bagi dirinya. Oleh karena itu, ia kemudian mencari tempat yang dianggap aman di kerajaan Buton. Dengan cara ini, ia berharap dapat menjalin kerja sama dengan Buton dalam menghadapi Gowa.
Walaupun dalam perjalanannya harus menghadapi gelombang laut Teluk Bone namun ia yakin dan percaya dengan pertolongan Allah SWT, gelombang laut itu akan menjadi titian untuk mencapai tanah Buton.
Setibanya di Tanah Buton, Arung Palakka bersama rombongannya. ternyata mendapat sambutan baik dari Sultan Buton, La Awu dan para pembesar kerajaan Buton. Di samping karena mereka menghadapi musuh yang sama, juga karena berasal dari keturunan bangsawan Bugis yang terhormat.
Kemudian Arung Palakka bersama rombongan beristirahat di Benteng Wolio. Ternyata Arung Palakka memiliki panggoriseng garis kekeluargaan dengan keluarga kerajaan Buton
Panglima Besar Kerajaan Buton adalah paman dari Arung Palakka dari garis keturunan panggoriseng ibundanya, puteri Raja Bone ke-11 La Tenriruwa Sultan Adam Matinroe ri Bantaeng.
Sejak awal kedatangan Arung Palakka di Buton, telah terjadi hubungan yang erat antara kerajaan Bone dan kerajaan Buton. Namun hubungan kerjasama itu perlu dituangkan dalam bentuk perjanjian yang dapat dijadikan dasar dan pegangan bersama.
Untuk keperluan itulah maka Sultan La Awu dan Arung Palakka atas nama kerajaan Bone dan Buton menandatangani suatu perjanjian yang disimpulkan dalam suatu pengertian bahwa “Buton adalah Bone Timur, dan sebaliknya Bone adalah Buton Barat”.