Menyikapi hal itu, Direktur Pascasarjana Universitas Sulawesi Tenggara LM Bariun menilai, model penambangan ilegal seperti ini sudah sejak lama dilakukan pengusaha tambang nakal demi pemenuhan permintaan yang sudah terkontrak.
Dia bilang, Dinas Energi Sumber Daya dan Mineral ESDM sudah melakukan penertiban IUP bermasalah. Kalau masih terus terjadi penambangan ilegal berarti pengawasan tak maksimal dan penegakan hukum tak jalan.
“Apalagi sering diteriakkan mahasiswa selaku pihak pengontrol. Dari pertambangan ini, pemangku kepentingan, kurang dan sensitivitas tidak ada. Ini merugikan daerah,” katanya, seraya berharap, penegak hukum dan pemerintah bisa tegas menindak.
Dengan perusahaan tambang bisa beroperasi ilegal seperti itu, katanya, sulit menyebut tak ada pembiaran dari pemerintah. Masyarakat, katanya, bisa menilai ada pengawasan dan pembiaran ini.
“Lucunya semua pihak teriak soal penghentian tambang. Tapi di lapangan jalan. Harus ada komitmen dari semua pihak. Ini selain melanggar hukum, merugikan daerah. Tidak patuh pada aturan, tak lari ke kantong daerah, melainkan ke kantong ilegal,” katanya.
Sementara itu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri diberitakan juga telah menyegel perusahaan tambang nikel di Konut. Mei tahun lalu, polisi mengusut PT Bososi Pratama atas dugaan menambang di hutan lindung, di Kecamatan Lasoso, Desa Marombo. Tiga perusahaan kontraktor sudah jadi tersangka.
Puluhan alat berat milik perusahaan ini disita polisi yang dipimpin Kombes Pol Pipit Rismanto. Sekitar 50 tumpukan ore nikel hasil pengerukan di hutan lindung kena sita. Polisi juga menemukan laut tereklamasi untuk pelabuhan ore nikel.