Ragam kesalahan perusahaan-perusahaan tambang ini, katanya, mulai menambang di hutan lindung, membuat jalan di hutan lindung, menimbun laut dan menabrak tata ruang laut yang ditetapkan Kementerian Perikanan dan Kelautan.
Direktur Eksekutif Walhi Sultra, Saharuddin mengatakan, tujuh perusahaan operasi di hutan lindung itu bagian kecil dari begitu banyak kejahatan tambang di Sultra.
“Menurut saya, hal dilakukan Bareskrim itu biasa dan kecil. Kalau mau menindaki ayo yang besar-besar. Datangi perusahaan-perusahaan yang beraktivitas, katanya, cek titik koordinat, dan buka peta,” ujarnya.
“Tanya dinas-dinas mulai dari ESDM, Kehutanan dan Perhubungan. Akan ditemukan tindak pidana yang sangat besar,” kata Saharuddin.
“Kenapa harus Bareskrim yang menindaki penambangan ilegal di Sultra? Jadi tanda tanya untuk pihak berwajib di Sultra.” Seharusnya, kata Saharuddin, Polda Sultra melakukan penegakan hukum sejak lama, bukan pembiaran.
“Semua melakukan pembiaran. Dinas ESDM juga begitu, Kehutanan juga begitu. Masa’ yang dari Jakarta bisa tahu ada tambang ilegal, sementara kita yang di Sultra tidak tahu. Kan aneh sekali itu.”
Dia bilang, pertanyaan juga harus ditujukan kepada inspektur tambang. “Kerjamu apa selama ini? Penyidik Kehutanan juga harus dimintai tanggung jawab, sekelas Konut yang wilayahnya kecil kenapa tidak ditindak.”
Dia kecewa, seharusnya pemerintah dan penegak hukum proaktif dalam melihat kejahatan lingkungan di Konut dan Sultra.
Dengan masih beroperasinya penambangan ilegal di kawasan Konut ini menunjukkan kerja aparat kepolisian tidak dipedulikan para perusahan tambang ilegal tersebut. Padahal diketahui tim dari Bareskrim Polri yang dijabat Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo waktu itu dan saat ini telah menjabat Kapolri sudah turun dan memerintahkan agar penambangan liar tersebut dihentikan.