Awalnya dirinya mencoba mengunakan dua laporan penelitiannya itu untuk mengurus KUM kenaikan pangkatnya ke Lektor kepala.
Namun kedua tulisannya itu (laporan penelitian) ditariknya kembali karena keduanya ada kesamaan pada satu paragraf, dan selanjutnya tidak digunakannya untuk penilaian KUM pengusulan Lektor Kepala.
Anehnya meski tidak melakukan tindakan plagiat seperti yang dilakukan calon rektor lain, namun senat tetap mencoretnya. Apalagi, Senat Akademik UHO pada tahun 2014 juga tidak pernah membentuk tim Ad Hoc untuk memeriksa kasus plagiat diri Dr. Jamhir.
“Memang pernah ada teguran tertulis dari Rektor UHO tahun 2014, tetapi bukan teguran karena melakukan plagiat, tetapi teguran atas plagiat diri,” sebutnya.
Yang lebih aneh lagi, kasus plagiat dari salah satu bakal calon rektor lainnya yang jelas-jelas melakukan tindakan plagiat dibuktikan dengan keputusan berupa Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) dan Rekomendasi Ombudsman RI (ORI), justru tidak disinggung sama sekali Senat Akademik UHO. Bahkan diloloskan masuk dalam daftar bakal calon rektor UHO tanpa dibahas.
Sementara dalam syarat pencalonan rektor di PTN sebagaimana diatur dalam Permenristekdikti Nomor 19 Tahun 2017 Pasal 4 huruf M, ditegaskan calon rektor tidak pernah melakukan plagiat sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan yang mengatur tentang plagiat tertuang dalam Permendiknas Nomor 17 Tahun 2010. Dimana definisi tentang plagiat sangat jelas tertulis di Pasal 1 Ayat 1, yakni plagiat berkaitan dengan pengutipan karya ilmiah pihak lain tanpa menyebut sumber secara jelas.