“Jadi memang targetnya mereka itu mau provokasi dengan modus buat pagar. Pagar itu yang dijadikan objek untuk bahan provokasi untuk memancing keributan dengan Brimob,” ucapnya.
Dia mengungkapkan, sebelumnya juga sudah dilakukan kesepakatan dan musyawarah antara purnawirawan Polri dan Sat Brimob.
Kesepakatan itu tentang berbagai hal dan saat ini sedang berjalan dalam rangka pelaksanaan kesepakatannya.
“Sedangkan posisi oknum kades itu bukan bagian dari Purnawirawan, dia hanya sebatas sebagai saksi karena dianggap mengetahui sejarah status lahan yang dipermasalahkan itu. Seharusnya dia sebagai Kepala Desa memberikan solusi, bukan justru ikut tampil dan seolah ingin ikut menjadi bagian dari pemilik lahan tersebut,” ungkapnya.
Untuk diketahui, lahan yang diklaim dan diprotes oleh oknum Kades itu statusnya sah dimiliki oleh Brimob berdasarkan SK Bupati Kendari No 137/1980 tanggal 6 Agustus 1980.
Penyerahan tanah negara bebas untuk restlemen Polri (kawasan pemukiman dan pertanian untuk purnawirawan Polri).
“Jadi dulu itu tahun 1978 ada program penempatan para purnwirawan Polri untuk mendapat tanah pertanian bebas. Pada saat itu gelombang pertama 30 sesuai SK 137 dengan jatah dua hektare per KK, satu hektare lahan kering dan satu lahan basah,” jelasnya.
Tahun 1981 sudah pernah dilakukan ganti rugi terhadap warga yang memiliki tanaman diatas lahan Brimob saat itu.
Jumlah ganti rugi pada tahun itu senilai Rp.1 juta.
“Jadi waktu itu sudah ada ganti rugi sebenarnya oleh Bupati Kendari tahun 1981 kepada warga yang ada tanahnya diatas lahan Brimob. Ganti lahan itu dimaksud agar tidak ada lagi persoalan dan semuanya masalah clear sebelum diserahkan ke Polri waktu itu,” bebernya.