FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Deddy Yevri Sitorus mengapresiasi keputusan Presiden Jokowi yang mencabut kebijakan penghentian sementara (moratorium) ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) dan turunannya.
“Menurut saya memang sudah saatnya karena saat ini sudah banyak pabrik pengolahan sawit atau PKS yang tutup karena sudah tidak mempunyai tangki penyimpanan produk CPO sehingga sawit rakyat membusuk di lapangan,” kata Deddy dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis 19 Mei 2022.
Sejak awal politikus PDI Perjuangan (PDIP) ini konsisten menolak moratorium itu. Alasannya, hal itu hanya akan merugikan petani kecil. Pemerintah sendiri menerima banyak keluhan dari kelompok petani atas keputusan itu.
Dan akhirnya, kata dia, pemerintah membuka keran ekspor minyak goreng dan crude palm oil (CPO) mulai Senin (23/5). Keputusan tersebut diumumkan oleh Presiden Joko Widodo melalui keterangan resminya secara virtual.
Menurut Deddy, moratorium ini memang tidak mungkin dilakukan terlalu lama karena yang akan terpukul paling keras adalah rakyat petani di bawah.
Moratorium membuat PKS menghentikan pembelian tandan buah segera (TBS) yang diproduksi petani skala kecil. Kalaupun dibeli, harganya jatuh hingga lebih dari 50 persen.
“Padahal itu sumber penghasilan utama petani rakyat,” kata Deddy.
Tidak hanya itu, selain menyengsarakan rakyat, moratorium membuat petani kesulitan untuk membeli pupuk dan pestisida yang harganya sudah melonjak tajam.
Oleh karena itu, jika moratorium dibiarkan terlalu lama, menurut Deddy, maka bisa dipastikan produktivitas petani tahun depan akan melorot jauh dan bisa memicu kelangkaan lagi pada tahun berikutnya.