FAJAR CO.ID, DENPASAR – Saat ini, banyak negara di dunia, termasuk negara-negara G20
tengah menghadapi tantangan untuk mencapai target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)
dan aksi perubahan iklim karena adanya kesenjangan dalam hal pembiayaan.
Diperkirakan kesenjangan pembiayaan TPB turun secara signifikan sekitar 70% dari USD 2,5
triliun pada 2019. Bahkan, pandemi COVID 19 membuat kesenjangan pembiayaan ini semakin
besar, di mana pertumbuhan ekonomi dunia turun dari 5,5% pada 2021 menjadi 2,9% di tahun
2022.
Untuk mengatasi permasalahan pembiayaan ini, sejak Oktober 2021, para pemimpin G20
mendorong G20 Framework for Voluntary Support untuk diintegrasikan ke dalam Integrated
National Financing Frameworks (INFF).
Sejak pertama kali diperkenalkan di Addis Ababa Action Agenda oleh anggota PBB di tahun 2015,
INFF telah menjadi kerangka pembiayaan yang mendorong sekitar 86 negara, temasuk Indonesia,
untuk menyiapkan rencana yang lebih transparan dan alat penyaluran pembiayaan untuk upaya
pencapaian TPB dan aksi perubahan iklim.
Diskusi terkait pembiayaan pembangunan ini menjadi topik diskusi dalam 3
rd Development
Working Group Side Event berjudul Integrated National Financing Framework (INFF) yang
menghadirkan perwakilan pemerintah, sektor swasta, filantropi dan pemangku kepentingan
terkait di Bali Nusa Dua Conference Center (BNDCC) hari ini.
Mewakili pihak filantropi, Tantowi Yahya selaku Ketua Umum Yayasan Upaya Indonesia Damai
(UID) dan Executive Lead Tri Hita Karana (THK) Forum mengungkapkan inisiatif bernama Global
Blended Finance Alliance (BFA) yang bisa menjadi salah satu solusi sumber pembiayaan potensial
untuk mencapai target TPB.