“Adapun tujuh poin putusannya yakni satu, menyatakan mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian, dua, menyatakan para penggugat adalah ahli waris Haji Paturusi. Tiga menyatakan tanah obyek sengketa adalah milik Haji Paturusi / para penggugat,”ujarnya.
Kemudian, empat, menyatakan sertifikat Hak Milik Nomor : 2915 G.S Nomor : 2553/1996 tanggal 3 Desember 1996 tidak mengikat menurut hukum.
“Lima, menghukum tergugat I sampai dengan tergugat V atau siapa saja yang mendapat hak daripadanya untuk mengembalikan tanah sengketa kepada para penggugat dalam keadaan kosong tanpa dibebani syarat apapun,”ucapnya lagi.
Sambungnya, keenam, menghukum para tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini yang jumlahnya Rp. 965.000,- dan terakhir ketujuh, menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya.
“Jadi inilah landasan kami mengambil alih tanah kami,”
“Saya sudah pernah ke Pengadilan tiga kali, jadi ini kan sudah tidak pakai pengacara, saya ke pengadilan, pada saat itu, teman minta tolong ada begini, jadi coba kita ke Pengadilan cek ini (Surat Putusan Makhamah Agung (MA) Republik Indonesia (RI) dengan nomor 04318/318K/PDT/2007 perihal draf pertimbangan), dan kita cek ke pengadilan, ternyata surat ini ada dan tayang,”tegas Faizal sambil memperlihatkan surat ini kepada awak media.
Kenapa Tanah ini masih
diperjuangkan lagi oleh Ahli Waris?
“Jadi saat itu orang tua saya sakit, jadi kita maklumilah, jadi bapak dulu (sakit), habis itu saya punya ibu (sakit), nanti kami (anaknya) dengar informasi dari sini (di Kendari), bahwa tanah kami diserobot lagi,”jelas Nurma Paturusi.