Sambungnya, lagi, ternyata 18 hektar ini masih belum cukup, ditambah lagi 157 hektar, yang tidak punya RKAB, tidak punya IPPKH, masih belum cukup, semua yang ada di Blok Mandiodo itu digarap.
“Nah sekarang, kalau tidak punya RKAB, jualnya bagaimana? iya, kan. Dikembalikan ke PT. Antam tidak bisa, karena PT. Antam juga tidak punya RKAB, akhirnya cari dokumen terbang (Dokter), ternyata ada juga perusahaan yang pasang plang menyediakan dokumen terbang dengan harga 3 sampai 5 USD permetrik ton, dan perusahaan ini (penyedia dokter), bukan hanya satu perusahaan, ada beberapa perusahaan,”ungkap lagi.
Kata Patris, akhirnya Tmterjadilah simbiosis mutualisme, ada yang perlu dokter, ada yang jual dokter, tapi kenapa dokter bisa dijual? ternyata “Fakultas Kedokterannya” didirikan tanpa “mahasiswa”, iya, kan.
“Karena tanpa “mahasiswa”, dokternya dijual, siapa yang mendirikan “Fakultas kedokteran” dalam bentuk RKAB? Pejabat yang berwenang, makanya kalau kita pahami IUP, IUP itu ibaratnya Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), terus Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK)nya itu RKAB atau Kuota, tapi belum klopnya apa? Surat Izin Mengemudi (SIM) itu adalah IUP JP atau Izin Usaha Pertambangan Jasa Pertambangan,”terangnya.
Kajati Sultra menambahkan jadi kalau orang tidak punya IUP JP, tidak bisa nambang, sekarang PT. LAM, apakah punya IUP JP?, 39 apakah punya IUP JP? nanti didakwaan.
“PT. Antam apakah punya IUP JP? Jadi kalau PT. Antam punya IUP, punya RKAB, punya IUP JP, berarti PT. Antam punya lahan, punya kuota, boleh nambang sendiri, dia bisa bertindak sebagai kontraktor. Tapi bila ia (PT. Antam) cuman punya IUP, punya RKAB, dia harus cari partner kontraktor mining yang punya IUP JP,”bebernya.