“Kenapa saya kejar disitu? Kejar disitu, karena ini kan, masih sisi darat, masih kewenangan daerah, sisi laut memang kewenangan kementerian, sehingga ini bisa kita pikirkan, Saya pernah menyampaikan kepada Dispenda, ini harus kita pikirkan, kalian buat regulasinya, paling tidak melalui Peraturan Gubernur (Pergub) lah, kita uji coba, artinya kalau ini kalian ragu, silahkan konsultasi dengan Korsupgah, sehingga ini, tidak dinyatakan ini penerimaan sumbangan pihak ketiga yang haram atau ilegal,”jelas Aksan.
Kata Aksan, bahwa ini tinggal didudukkan aturan-aturannya, karena kalau tidak, kita susah, susah untuk mendapatkan PAD yang betul-betul bisa memaksimalkan dari sisi tambang kita.
“Bayangkan jalan provinsi kita (rusak), saya itu waktu pimpinan komisi III itu tahun 2021, sudah 300 km (jalan rusak di Sultra), mungkin sekarang sudah berkurang, mungkin sekitar 200 km, tapi kan ini juga butuh uang. Bayangkan saja, kalau 1 km jalan provinsi, memakan dana 3,5 miliar rupiah, dikali 200 km jalan rusak di Sultra, berapa?,”tanyanya.
Katanya lagi melanjutkan, sedangkan kita sumber keuangan kita kan terbatas, selama ini pemerintah provinsi cuman selalu besar PADnya dari sisi pajak kendaraan, cukai rokok, dan lain-lain, karena kan pajak kendaraan kewenangan kita, yang rata-rata pajak STNK, itu yang langsung masuk ke kita (PAD), sehingga potensi pajak di sektor pertambangan, karena selama ini, sejak menjadi regulasi pusat, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Karena seperti dibilang kemarin, karena UU Omnibus Law, semua (kewenangan) diambil pusat. Tapi kan kita masih melihat (potensi PAD lainnya).