“Karena kalau kita berharap bayaran PNBP, ya, susah, karena tadi saya bilang, bagi-baginya kan, karena kan jelas 16 persen Provinsi, 30 persen daerah penghasil, 30 persen sudah diambil pusat, pusat ambil 30 persen loh, dan yang 23 persennya dibagi merata di wilayah daerah yang berada di Sultra, yang bukan penghasil, sehingga kalau misalkan berharap disitu kan, okelah, kita dalam angka PMK besar, tapi realisasinya tidak seperti itu, dia akan bertahap diberikan,”
“Saya kita setelah dua tahun, tiga tahun, misalkan tidak terpenuhi, nanti dia muncul lagi SK PMK yang baru, bahwa ini DBH kurang bayar, ya, seperti itu, ya, memang kalau DBH seperti itu, tapi kita juga harus memahami bahwa pemerintah Indonesia punya hutang, ini juga harus dibayar bunganya setiap bulan, sekarang kira-kira pemerintah Indonesia ambil dari mana sumbernya? kalau bukan dari daerah-daerah, dia masuk kesana, mereka atur sedemikian rupa, yang penting semua terbayarkan, skema-skema itulah,”
“Kita juga tidak bisa menyalahkan pemerintah pusat, karena masing-masing punya beban, tapi paling tidak, kalau ini yang kita harapkan (DBH), akan terlambat kita melakukan pembangunan, apalagi kalau berbicara dana transfer, rata-rata ini dana transfer kan, lebih besar belanja pegawainya, begitukan, karena ini pegawai harus dibayar gajinya,”
“Jadi sudah tidak akan maksimal, oleh karena itu memang peningkatan PAD murni ini harus kita galakkan,”pungkasnya.(IMR/FNN)