FAJAR.CO.ID, KENDARI – Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan (AMPLK) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali menyoroti dugaan penambangan Nikel ilegal di Blok Marombo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sabtu (9/12).
Diketahui berdasarkan informasi AMPLK Sultra, dugaan aktivitas penambangan ilegal itu terjadi di beberapa titik di Blok Marombo Konut.
Diantaranya di Eks IUP EKU II, lahan celah PT. BKU dan PT. KNN yang diduga dilakukan oleh PT. ITM dan lahan celah PT. ACM dan PT. Bososi yang diduga dilakukan oleh PT. KS
Ketua AMPLK Sultra, Ibrahim mengatakan bahwa seharusnya aktivitas sebuah perusahaan tambang mesti dilengkapi beberapa dokumen penunjang, antaranya IUP, IUJP dan IPPKH.
“Kami menduga para penambang yang diduga kembali melakukan aktivitas ilegal ini, tidak memiliki dokumen hanya menggunakan dokumen perusahaan lainnya, untuk menunjang aktivitas ilegalnya atau lebih dikenal dengan dokumen terbang,” kata Alumni Hukum UHO.
Ia menambahkan dalam melakukan aktivitas setiap perusahaan tambang mesti memiliki Rencana Kerja Anggaran Biaya (RKAB) dan apabila ia perusahaan kontraktor berarti ia mesti memiliki SPK.
“Jika dokumen terbang yang ia pakai, berarti ada dugaan keterlibatan dan memfasilitasi dari perusahaan-perusahaan resmi yang memiliki dokumen di seputaran Blok Marombo, Kabupaten Konut,” ungkap Aktivis Konut ini.
Pihaknya juga mengungkapkan sejumlah regulasi yang diduga dilanggar oleh penambang ilegal di Blok Marombo, Konut.
“Tindakan perusahaan tersebut diduga sangat bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam passal 50 ayat (3) huruf g jo. Pasal 38 ayat (3) UU No. 41 tahun 1999, tentang Kehutanan (UU Kehutanan) yang berbunyi :
“Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyelidikan umum atau eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) yang diterbitkan oleh Menteri Kehutanan dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan,” jelasnya.