Prodi Psikologi Universitas Mandala Waluya Kendari Gelar Assesmen dan Pelatihan Anti Korupsi

  • Bagikan

Seperti lanjutnya, mahasiswa wajib mengikuti aturan yang berlaku dan disertai sanksi ketat dari perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang memiliki sistem akademik yang ketat cenderung menggunakan aplikasi digital. Hal itu dilakukan untuk mencegah mahasiswa melanggar aturan.

“Peraturan akademik yang dijalankan secara manual seringkali dilanggar, apalagi bila tidak menerapkan sanksi dengan tegas,” jelasnya.

Olehnya itu, sebutnya, melalui sistem akademik yang diimplementasikan secara digital, bisa memperkecil atau meniadakan terjadinya pelanggaran.

Karena sistem yang dioperasionalkan secara digital akan membentuk tradisi sistem yang ketat dan on time (tepat waktu). “Implikasinya akan terjadi budaya digital yang memaksa manusia tidak akan melakukan negosiasi dalam berbagai kegiatan,” paparnya.

Sebaliknya, sistem manual cenderung bersifat kekeluargaan, apalagi penerapan sanksi bagi pelanggaran akademik lebih banyak memberikan akomodatif dan mentolerir.

Pada akhirnya, hal ini membentuk sikap dan karakter yang resisten pada budaya korupsi. Sementara Budaya korupsi berkaitan dengan tidak disiplin, tidak jujur, tidak efektif, tidak mandiri, tindakan sembrono serta melakukan hal-hal yang negatif.

Dalam assesmen juga ditemukan beberapa kebiasaan sebagai hal yang vital dan urgen dalam perilaku sehari-hari, seperti tindakan konsistensi, kedisiplinan, ontime (tepat waktu), kejujuran dan sifat-sifat baik seperti rajin menolong dari ara ahasiswa yang menurutnya merupakan modal dasar bagi terbentuknya sikap dan karakter sukses dan pencegahan korupsi dalam kehidupan sehari-hari.

  • Bagikan