Kunjungan Macron dan Posisi Indonesia Terhadap Solidaritas Asia-Afrika

  • Bagikan

Oleh : Frans Eka Dharma. K
(Ances) Aktivis 1998 (KOMRAD), Mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sulawesi Utara (Sulut)

FAJAR.CO.ID – Perancis dalam 3 tahun belakangan ini kehilangan pangkalan-pangkalan militernya di beberapa negara Afrika. Ini berbarengan dengan keterlibatan Perancis dalam konflik Rusia-Ukrania sejak awal operasi khusus militer Rusia ke Ukraina pada tahun 2022.

Fokus negara-negara North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan Uni Eropa (UE) membiayai perang Ukraina telah membebani Perancis dengan pembiayaan perang yang saat ini menjadi beban ekonomi Perancis dan negara-negara Uni Eropa lainnya.

Beban biaya ekonomi Perancis telah membuat negara-negara bekas koloni mereka di Afrika merasakan betul bentuk eksploitasi yang lebih massif, yang kemudian mendorong perlawanan langsung terhadap kehadiran pangkalan-pangkalan militer mereka di Afrika.

Perlawanan terhadap Perancis di Koloni Afrika mereka ini cukup menarik. 3 negara Koloni Perancis seperti Mali, Niger dan Burkina Faso, justru diambil alih oleh militernya yang sudah muak dengan praktek Neo kolonialisme Perancis dan mengakhiri rezim boneka yang dianggap bekerja untuk kepentingan asing.

Kemunculan tokoh muda dari kalangan militer di Burkina Faso yang membawa gagasan anti kolonial menjadi ikon baru perjuangan anak muda di seluruh Afrika. Kapten Ibrahim Traore’ yang saat mengambil alih kekuasaan masih berumur 35 tahun jadi simbul keberanian anak muda di seluruh Afrika yang ingin terbebas dari Neo kolonialisme dan membangun masa depan Afrika yang lebih bermartabat.

  • Bagikan