Menarik, lanjut La Rianda, pasca keluarnya rekomendasi senat dan tim ad hock tersebut, Inspektorat Kemendikbud datang di UHO. Inspektorat kemudian mengundang 30 guru besar yang menyatakan Muhammad Zamrun melakukan plagiat, juga mengundang tim adhock.
“Jam dua siang kami ketemu Inspektorat dan sepakat pertemuannya selepas salat magrib saat itu,”ujarnya.
Pertemuan kembali digelar selepas magrib di lantai 4 Rektorat UHO. Pertemuan tersebut untuk membahas bagaimana 30 besar UHO menyimpulkan ada indikasi Rektor UHO melakukan plagiat, dan bagaimana temuan tim adhock yang menyatakan tidak menemukan plagiat dalam karya Zamrun.
Dirinya kemudian menanyakan rujukan apa yang dipakai untuk memeriksa kasus plagiat Rektor UHO. Pasalnya, di UHO sendiri, ujarnya, belum ada dokumen resmi yang diterbitkan secara internal memeriksa seorang dosen itu plagiat atau tidak.
“Saat itu, Inspektorat menjawab, kalau begitu pakai Permen No 10 tahun 2010 saja,” tuturnya.
Aneh itu, dalam pertemuan itu inspektorat malah bertanya kepada guru besar dan tim ad hock yang hadir, untuk bersama-sama mencari solusi terbaik menyelesaikan dugaan kasus plagiat kasus Rektor UHO.
“Nah mendengar itu, saya langsung bicara. Andai dari awal saya tahu justru yang akan dibahas soal mencari solusi, maka saya tidak akan hadir”. Bagaimana mungkin kita yang disuruh untuk mencari solusi, sementara itu bukan menjadi tugas guru besar dan hal itu sudah melampaui tugas-tugas dari menteri, karena mencari solusi itu adalah tugas menteri,”paparnya.