Saya kemudian jalan memutar sampai ke pintu samping tempat saya masuk tadi. Saat di sana, saya didekati laki-laki berseragam batik. Dia bertanya, saya tamunya siapa? saya jawab tamunya mempelai perempuan.
Keluarga mempelai perempuan didatangkan ke tempat saya berdiri dan menyatakan tidak kenal dengan saya. Setelah itu, saya dibawa ke belakang, didorong oleh ajudan Angin. Dibentak. HP saya diambil, dipegang keluarga mempelai cewek.
Saya dibawa keluar oleh anggota TNI yang bertugas jaga di luar. Saya kemudian dimasukkan ke mobil patroli dan dibawa ke pos mereka. Di sana tak lama. Saya ditanya identitas secara baik-baik. Mereka tidak ada yang memukul.
Ada telepon masuk ke petugas di pos, saya disuruh bawa ke Polres Pelabuhan Tanjung Perak. Saat di tengah perjalanan menuju Polres Tanjung Perak, ada telepon masuk bahwa saya dibawa balik ke tempat acara saja.
Saya diturunkan di belakang Gedung Samudra Morokembang, dekat musala. Di situ sudah ramai orang. Ada ajudan Angin, polisi, sampai puluhan.
Baru turun dari mobil sudah dipukul, dikiting, ditampar. Yang paling kejam si ajudan Angin. Bahkan dia sampai bilang, mau pilih UGD atau kuburan.
Di situ juga ada menantu Angin atau Ahmad Yani, polisi juga, memberi uang sekitar Rp 600 ribu. Saya menolak. Sebagai balasan, saya ditampar dan ditendang lagi. Dia memaksa saya memegang uang itu lalu difoto-foto.
Ajudan Angin juga bilang, “Tempo itu kemarin foto-foto rumah Pak Angin. Kami mau kubawa ke Jakarta? Nggak bakalan lihat matahari besok pagi.”
Ajudan Angin lalu memukul perut, dada, menggampat kuping. Tiap dia bertanya, saya belum menjawab, dia langsung main tampar. Saya disuruh menengadah. Saya sempat salah buka password HP, juga langsung ditampar, jotos.