Dia juga memaksa membuka hp dan email saya. Kalau nggak mau, ditampar. Mereka merestart hp saya. Semua data-data saya hilang.
Para anak asuh Kombes Ahmad Yani juga mengerubungi. Mereka bertanya, dikiranya Tempo mau menulis soal resepsi. Padahal sudah berulang kali saya jelaskan bahwa kami hanya ingin konfirmasi ke Angin terkait kasus korupsi.
Mereka juga bilang, “kamu ngapain cengar-cengir? Nggak merasa bersalah sama sekali?”
Kejadian penyiksaan ini berlangsung sekitar dua jam. Orang-orang itu tiap bertanya, sambil menampar dan menjotos saya. Saya diperlakukan seperti maling. Bahkan lebih buruk.
Acara resepsi selesai. Semua ajudan Angin ikut balik ke Jakarta pada malam ini juga. Saya kemudian diserahkan ke anak asuh Kombes Ahmad Yani, Pak Purwanto dan Firman. Mereka juga tadinya ikut menjotos saya. Keduanya mengaku anggota Binmas Polda Jatim.
Saya dan Fahmi dibawa Pak Pur dan Firman ke Hotel Arcadia, seberang JMP. Di sana obrolan mulai cair. Oiya, Fahmi tidak diapa-apakan karena sedari awal saya bilang Fahmi nggak diapa-apain.
“Mau dibawa ke mana Mas? Pelabuhan Tanjung Perak atau ke mana?” tanya keduanya.
Kami ngobrol-ngobrol. Dia bilang, “Mas tanggung jawabku.”
Saat di hotel, saya kembali menyampaikan saya tidak bisa menerima uang itu. Kalaupun saya bawa, nanti akan dikembalikan oleh redaktur entah bagaimana caranya. Pur dan Firman sempat emosi. “Sudahlah bawa saja. Ini sebagai pengganti hp rusak.” Dan omongan lainnya.
Kami ngobrol di hotel sekitar satu jam. Mereka butuh jaminan bahwa foto tidak akan keluar. Saya memastikan itu berkali-kali. Mereka koordinasi langsung dengan Ahmad Yani. Segala omongan direkam dan dikirim ke Ahmad Yani. Bahkan saat saya menelepon Linda atau Moses menggunakan HP Fahmi juga mereka rekam dan dikirim ke Ahmad Yani.