Saya meminta dukungan dan bantuan Anda. Tuhan memberkati rakyat Ukraina. Tuhan memberkati rakyat Indonesia.
Berikut ini surat balasan Dina Sulaiman kepada Dubes Ukraina yang dianggap tidak sopan dan mengajari Presiden Indonesesia tentang rasa malu.
Dubes Ukraina, Apa Anda Paham Etika Diplomasi?
Meskipun saya menyatakan ketidaksetujuan kepada Kemenlu karena memilih mendukung resolusi anti-Rusia dalam Sidang Umum PBB (saya bilang: abstain lebih tepat) saya tetap akan membela pemerintah kalau ada negara lain bersikap tidak sopan pada pemerintah. Karena pemerintah adalah “orang tua” dari bangsa ini.
Kita berhak mengkritik ortu, tapi dengan alasan yang benar dan cara yang sopan. Tapi kalau ortu kita dihina orang lain, pastilah kita bela. Ya kan?
Jadi begini ceritanya, ternyata, Dubes Ukraina di Jakarta mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Surat itu, menurut saya, telah melanggar ETIKA DIPLOMASI. Kalau pun mau menulis surat, kirim saja lewat jalur diplomatik, bukan surat terbuka.
Selain itu, dalam surat ini terlihat sekali nada “white supremacist”-nya, yaitu nada “merasa lebih tinggi” daripada kulit berwarna, merasa berhak mengajari seorang presiden di sebuah negara sebesar Indonesia.
Berikut ini saya komentari beberapa bagian.
- Dubes Ukraina menyebut Presiden Putin sebagai “diktator” dan “si pembunuh.” Lalu, setelah mencaci-maki Putin, Dubes Ukraina mengajari PRESIDEN Indonesia:
“Bukankah itu alasan yang tepat bagi Indonesia untuk angkat bicara? Untuk berani berdiri menentang kejahatan perang serta kejahatan terhadap kemanusiaan, dan mengutuk keras Rusia dan Putin?”
Komentar: Mister, kalimat Anda ini MENDIKTE presiden kami. Ini bukan sikap yang sopan dari seorang Dubes. Kemenlu kami sudah punya banyak staf ahli yang kompeten untuk menganalisis situasi.