“Padahal secara volume tidak mengalami peningkatan yang signifikan. Jadi jangan heran kalau para pengusaha ini menikmati durian runtuh windfall profit yang membuatnya semakin kaya,” ungkap Mulyanto.
Sementara pengenaan domestic market obligation (DMO) CPO sebanyak 20 persen dari kuota ekspor, lanjut Mulyanto, bahkan dinaikan menjadi 30 persen, sekaligus dengan domestic price obligation (DPO) secara langsung memangkas keuntungan tersebut.
Ke depan, menurut Mulyanto dalam jangka panjang, Pemerintah harus berani menata niaga minyak goreng ini, agar menguntungkan masyarakat dengan harga yang terjangkau.
“Salah satunya dengan merubah struktur pasar oligopolistik tersebut dengan mencabut regulasi yang menghambat serta memberi insentif bagi tumbuhnya pelaku usaha baru di industri minyak goreng ini,” tegas Mulyanto.
Selain itu, Pemerintah juga diminta agar memberikan kewenangan kepada BPN (Badan Pangan Nasional) termasuk juga Bulog untuk menata niaga minyak goreng.
“Sekarang ini kewenangan BPN hanya pada 9 komoditas beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas, dan cabai. Tidak termasuk minyak goreng dan tepung terigu. Sementara Bulog hanya ditugaskan untuk beras, kedelai dan jagung,” tandasnya.(jpc/fajar)