“Kejahatan sosial masyarakat menjelang Pemilu, yaitu SARA (Pasal 45a UU ITE), Hoax (Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946), Ujaran Kebencian (Pasal 156 KUHP), Black Campaign (Pasal 8 UU No. 8 Tahun 2012), Bullying (UU RI Nomor 19 Tahun 2016) dan tindak pidana lain yang karena subjek / proses penanganannya berpotensi menimbulkan perhatian/ ketidakpuasan masyarakat. Sehingga akibat dari kejahatan tersebut terjadi keresahan masyarakat, provokasi, perpecahan dan ketidak percayaan terhadap pemerintah/ penyelenggara negara/ penyelenggara Pemilu,”terangnya.
Dr. Patris Yusrian Jaya, SH. MH juga menjelaskan aturan hukum terhadap kejahatan sosial masyarakat pada masa kampanye khususnya bagi pelaksana, peserta dan tim kampanye pemilu yaitu dilarang mempersoalkan dasar negara Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, menghina seseorang, agama, suku, ras dan golongan, menghasut dan mengadu domba perseorangan/ masyarakat, mengganggu ketertiban umum, merusak atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu, menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah dan pendidikan serta menjanjikan atau memberikan uang kepada peserta kampanye pemilu.
Diakhir penyampaiannya Kajati menerangkan langkah kongkrit Kejaksaan Republik Indonesia terkait penegakan hukum terhadap pelanggaran hukum menjelang pemilu 2024.
“Yaitu membuat petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan Petunjuk Teknis (Juknis) penanganan perkara pemilu, Pendidikan Dan Latihan (Diklat) penanganan perkara sosial kemasyarakatan menjelang pemilu dan tindak pidana pemilu, menempatkan tim jaksa pada sentra gakkumdu, koordinasi dengan semua stakeholder gakkum, menetapkan perkara yang berpotensi mengakibatkan masalah sosial kemasyarakatan serta tindak pidana lain / dikendalikan oleh Kejaksaan Agung dan memberikan penyuluhan hukum (Luhkum) dan Penerangan Hukum (Penkum) kepada masyarakat, kampus, sekolah serta desa,”pungkasnya.(IMR/FNN).