Sambungnya, kalau KSO kan, kesepakatannya ya itu, bahwa didalam KSOnya itu, bahwa kewajiban untuk melakukan penambangan di areal yang sudah ditentukan itu, dia mempunyai kewajiban untuk menyerahkan hasil penambangan dan penjualan itu ke PT. Antam, tapi kenyataannya sebagian kecil (ore nikel) diserahkan ke PT. Antam, dan sebagian besar (ore nikel) dijual (secara ilegal ke smelter lain).
“HW itu terlibat terkait masalah KSOnya itu, ada PT. Antam tidak sendiri dengan KSO itu.
KSO ini boleh, tetapi kan, dia dianggap mengetahui terjadinya penjualan-penjualan secara ilegal itu,”terangnya.
Kata Ade, jadi terkait masalah KSO jelas disitu, bahwa kewajibannya untuk itu, tetapi ini kan tiap hari, bahwa mereka itu melakukan eksploitasi penambangan itu di wilayah PT. Antam, dan di satu sisi GM ini juga di satu sisi mengetahui disitu (ada penjualan ilegal)
“Dan apakah ada timbal balik dari situ (penjualan ilegal)? Itu masih didalami oleh penyidik,”ucapnya
Katanya lagi, jadi KSO ini juga menambang lebih dari 22 hektar yang telah ditentukan oleh PT. Antam, dan jumlah luasan hektar yang sudah mereka eksploitasi secara ilegal seluas 157 hektar.
“Jadi ada penambahan area penambangan seluas 157 hektar. Yang jelas 157 hektar masuk di wilayah IUP PT. Antam, jadi ada yang berada dalam RKAB, dan ada juga yang berada di luar RKAB. Dan sebagian besar mereka menambang di kawasan hutan tanpa Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) dan ini diketahui serta disetujui oleh pihak PT. Antam,”pungkasnya.
Untuk diketahui, sampai saat ini jumlah tersangka yang ditetapkan oleh Kejati Sultra dalam kasus Tipikor ini sudah berjumlah 4 orang tersangka yakni Dirut PT. Lawu Agung Mining (LAM) berinisial OPN, Pelaksana Lapangan PT. LAM berinisial GAS, Dirut PT. Kabaena Kromit Prathama (KKP) berinisial AA, dan GM PT. Antam UBPN Konut berinisial HW.