“Bahwa berdasarkan aturan yang ada, para korban pelanggaran HAM berat yang berada di luar negeri bisa mendapatkan layanan gratis untuk mengurus visa, izin tinggal dan izin masuk kembali.”
“Dikenakan tarif nol Rupiah,” tegas Yasonna yang juga didampingi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenkumham, Andap Budhi Revianto.
Untuk mendapatkannya, eks Mahid harus mengajukan permohonan ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) ditempat eks Mahid menetap. Selanjutnya, KBRI akan memproses dengan meneruskan permohonan ke Pemerintah Pusat.
Permohonan visa bagi eks Mahid diberikan oleh Menkumham atau Pejabat Imigrasi yang ditunjuk setelah mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenpolhukam).
Sebagai wujud konkrit, untuk pertama kalinya Kemenkumham mengeluarkan visa izin masuk kembali kepada salah seorang eks Mahid atas nama Sri Budiarti. Secara simbolis, dokumem tersebut diserahkan Yasonna kepada Sri Budiarti saat pertemuan dengan eks Mahid.
Mayoritas eks Mahid di Belanda saat ini sudah tidak berkewarganegaraan Indonesia. Dan sebagian besar dari mereka bukan merupakan mahasiswa Indonesia yang sejak awal belajar dan ditugaskan di Belanda, melainkan perantauan eks Mahid dari negara lain. Sekitar 50 orang eks Mahid hadir langsung dalam pertemuan tersebut. Selain eks Mahid Belanda, perwakilan eks Mahid/eksil dari Moskow, Beijing dan Bulgaria juga hadir secara langsung. Sementara puluhan lainnya mengikuti secara online.
Kepada mereka, Yasonna menjelaskan jika ingin kembali menjadi warga negara Indonesia, proses pengajuan pewarganegaraannya dapat dilakukan saat eks Mahid berada di Indonesia.