Aqidatul menyebut, dalam fakta persidangan, 3 konten video porno tersebut diakui oleh saksi Jelita. Ia mengatakan, video porno itu diperoleh dari file sampah.
“Dia (Jelita) sampaikan, konten porno yang ada di handphone AP tersebut, tidak diambil dari galeri tapi dari folder sampah,” ujar Aqidatul.
Tetapi, ketika penyidik diperiksa tak bisa membuktikan hasil uji digital forensik konten porno tersebut dan tak mampu menunjukkan berita acara pemindahan dari file sampah ke galeri sesuai dengan Peraturan Kapolri.
Barang bukti handphone, kata Aqida, kategorikan sebagai informasi elektronik, dimana cara perolehannya wajib memenuhi syarat formil dan materil.
Hal itu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 Tentang ITE.
Secara yuridis perolehan barang bukti informasi elektronik harus memuat syarat-syarat formil sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 6 UU RI Nomor 11 tahun 2008 Tentang ITE.
Selanjutnya untuk menentukan validitas alat bukti elektronik tersebut diperlukan pengkajian ahli digital forensik sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP.
“Saat penyidik kami tanya, katanya lupa (membuat berita acara pemindahan barang bukti). Kami tanya lagi, ada tidak hasil laboratorium digital forensik untuk memverifikasi, validasi kebenaran dan keabsahan video. Tidak ada, kata penyidik,” beber Aqida.
Sehingga, tim kuasa hukum menyampaikan keberatan ponsel tersebut dihadirkan sebagai barang bukti. Tim penasehat hukum AP mengatakan, barang bukti itu tidak sah.