Kata Eggi, dan juga yang terbaru, kaitannya dengan Tower, yang korupsi 8 triliun itu, dan pakai dana itu dibangun 11 tower kalau gak salah.
“Jadi saya lakukan apa, karena lawannya orang-orang besar semua nih diatas juga, dan uangnya banyak, itu saya upayakan lewat Komisi Yudisial. Jadi saran saya, buat kronologis yang bagus, akurat, by data, lampiran-lampirannya harus lengkap, bikin pengaduan di Komisi Yudisial,”bebernya.
Lanjutnya menambahkan, kasus yang di Jeneponto itu, walaupun agak lama prosesnya sampai 9 bulan, tapi endingnya bagus, yaitu hakim dinyatakan melanggar kode etik, satu, hakim tidak disiplin, kedua, tidak profesional, sehingga putusannya hakim dicabut palunya, walaupun cuman sebulan, jadi hakim non palu. Dan itu memalukan sekali.
“Ibarat tentara, senjatanya diambil, ibarat wartawan, lisensinya diambil. Jadi ini ada peluang di Komisi Yudisial, dengan nanti dibuatkan aduannya dengan baik, karena saya sudah terlibat, nanti saya sempurnakan untuk masuk semacam pengaduan ke Komisi Yudisial. Pasti dengan kondisi yang tidak obyektif tadi, menentang akal sehat, bagaimana sertipikat dikalahkan oleh kwitansi, itu pasti kena kode etik,”terangnya.
Sambungnya menjelaskan kode etik hakim itu ada 10, dua tadi sudah saya sebut yakni disiplin, profesional, jujur, benar, adil, transparan. Itu menjadi bagian dari kode etik hakim, ada dalam ketentuan Komisi Yudisial. Jadi siapapun hakim, kalau bertindak sebagai hakim, harus memenuhi kode etik.
“Perlu diketahui, kode etik itu sumbernya moral, lebih tinggi dari nilai hukum. Apa artinya hukum tanpa moral? Jadi yang terjadi akhirnya apa? putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melanggar etik, tidak bermoral, tapi hukumnya jalan terus. Nah itu, negeri kita dipercontohkan yang tidak baik,”