FAJAR.CO.ID, JAKARTA– Demokrasi dengan bermasalah. Para pakar bergantian menyampaikan kritik.
Sebuah film dokumenter eksplanatori di YouTube mencuri perhatian publik, Minggu (11/2/2024). Film “Dirty Vote” itu memaparkan indikasi relasi kebijakan dan instrumen kekuasaan dalam upaya pemenangan terhadap pasangan calon capres-cawapres tertentu.
Film yang dirilis pukul 11.11 WIB tersebut dibintangi tiga pakar hukum tata negara: Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Dalam film berdurasi 1 jam 57 menit itu, ketiganya bergantian menjelaskan berbagai upaya sistematis penguasa dalam memenangi Pemilu 2024.
Salah satunya terkait penunjukan 20 penjabat (Pj) gubernur dan 182 Pj bupati/wali kota. Feri menyebutkan, penunjukan itu tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengharuskan penunjukan Pj dilakukan secara transparan dan terbuka. Termasuk mendengar aspirasi pemerintah daerah dan masyarakat daerah.
”Karena ini melanggar MK, Komisi Informasi Pusat (KIP), dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menyatakan bahwa penunjukan penjabat itu telah melakukan maladministrasi,” ujar Feri.
Penunjukan Pj dengan sebaran daftar pemilih tetap (DPT) di daerah yang dipimpin Pj, yakni sebanyak 140 juta suara.
Angka DPT itu, ekuivalen dengan persentase 50 persen lebih suara pemilih. Atau syarat paslon untuk dapat memenangi pilpres satu putaran sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
”Syarat lain, yaitu harus memenangkan sebaran wilayah dari 20 provinsi,” ujarnya.